Cerpen Terbaru: Air Mata Yang Menjadi Simbol Kekalahan



Air Mata yang Menjadi Simbol Kekalahan

Seratus tahun telah berlalu sejak janji itu terucap di bawah pohon sakura yang mekar sempurna. Janji yang kemudian ternodai darah dan pengkhianatan. Janji yang memisahkan dua jiwa, selamanya, begitulah yang mereka kira.

Li Wei, seorang pelukis muda dengan mata seteduh danau di musim semi, kerap kali merasakan dejavu yang aneh. Lukisan bunga teratai yang belum selesai di kanvasnya, seolah dikerjakan oleh tangan yang bukan miliknya. Nada seruling bambu yang dimainkan seorang pengemis di sudut kota, menusuk kalbunya dengan kesedihan yang tak tertahankan. Ia merasa KEHILANGAN.

Di sisi lain, Zhang Mei, seorang pemilik galeri seni yang dingin dan angkuh, dihantui mimpi yang sama. Mimpi tentang seorang pria dengan senyum mentari dan mata yang memancarkan cinta abadi. Mimpi yang selalu berakhir dengan tangisan dan jeritan pilu.

Pertemuan mereka di sebuah lelang seni, bukanlah kebetulan. Aroma bunga plum yang tiba-tiba memenuhi ruangan, seolah menjadi penanda. Mata mereka bertemu. Saling mengenali, meski tak ada kata yang terucap.

"Dia… dia adalah kamu," bisik hati Li Wei, gemetar.

Zhang Mei merasakan hal yang sama. Sebuah kekuatan tak kasat mata menariknya mendekat. Rasa benci dan cinta bercampur aduk, menciptakan badai di dalam dadanya.

Perlahan, misteri masa lalu mereka terkuak. Melalui mimpi, penglihatan, dan potongan-potongan informasi yang tersebar, mereka menyadari kebenaran pahit. Seratus tahun lalu, Li Wei adalah seorang pangeran yang mencintai Zhang Mei, seorang putri dari kerajaan yang ditaklukkan. Janji setia mereka dikhianati oleh intrik politik dan dendam buta. Li Wei difitnah dan dihukum mati, sementara Zhang Mei dipaksa menikahi musuh untuk menyelamatkan rakyatnya.

Dosa masa lalu telah memisahkan mereka. Janji yang mereka ikrarkan, telah dilanggar.

Namun, kali ini, Zhang Mei tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ia tidak akan membiarkan dendam menguasainya. Alih-alih membalas dengan kemarahan, ia memilih keheningan dan pengampunan.

Di malam rembulan penuh, Zhang Mei mengunjungi studio Li Wei. Ia membawa bunga sakura yang baru mekar, persis seperti bunga yang tumbuh di bawah pohon tempat mereka berjanji seratus tahun lalu.

Ia meletakkan bunga itu di hadapan Li Wei, lalu berlutut. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, air mata mengalir deras di pipinya. Air mata bukan lagi simbol kekalahan, melainkan simbol penyerahan dan pembebasan.

Li Wei memeluk Zhang Mei erat. Ia tidak menyalahkan, tidak membenci. Ia hanya menerima. Menerima masa lalu, menerima masa kini, dan berharap untuk masa depan.

Saat matahari terbit, Zhang Mei pergi. Meninggalkan Li Wei dengan lukisan bunga teratai yang telah selesai. Sebuah lukisan yang memancarkan kedamaian dan pengampunan.

Di sudut kanvas, tertulis sebuah kalimat dengan tinta emas: "KAU AKAN MENGINGATKU DI KEHIDUPAN SELANJUTNYA..."

You Might Also Like: 0895403292432 Peluang Bisnis Kosmetik_17

Post a Comment

Previous Post Next Post