Cerita Populer: Senyum Yang Kuingat Sebagai Sumpah



Senyum yang Kuingat Sebagai Sumpah

Dulu, sebelum semua ini, aku adalah Lan Yue, bunga peony yang mekar di taman kekaisaran. Dipuja, dilindungi, dan diyakini akan membawa keberuntungan. Kekuatan dan cinta, dua sisi koin yang dulu kupikir tak terpisahkan. Tapi aku salah. Sangat salah.

Cinta Kaisar, bagai madu yang beracun, membungkusku dalam kemewahan sekaligus mengurungku dalam sangkar emas. Kekuasaan istana, ladang ranjau tersembunyi di balik permadani sutra, tempat setiap senyum adalah topeng, setiap bisikan adalah pengkhianatan. Aku terjatuh. Dijebak. Dikhianati oleh mereka yang seharusnya melindungiku. Nama baikku dicoreng. Keluarga hancur. Hatiku, yang dulu selembut sutra, remuk menjadi serpihan beling.

Aku dibuang. Diasingkan ke kuil terpencil di kaki gunung bersalju. Di sana, di antara dinding dingin dan hembusan angin kematian, aku menemukan sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya: KEKUATAN. Kekuatan bukan dari mahkota, bukan dari dekrit kaisar, tapi dari dalam diriku sendiri.

Lima tahun berlalu. Lima tahun kesunyian, meditasi, dan perencanaan. Senyumku kembali, tapi bukan lagi senyum polos Lan Yue yang dulu. Ini adalah senyum Lan Yue Baru. Senyum yang menyimpan sumpah.

Aku kembali ke istana. Bukan sebagai selir yang hancur, tapi sebagai penasihat agung dari kerajaan tetangga yang kuat. Kulitku seputih salju, mata setajam pedang, dan setiap gerak-gerikku memancarkan aura otoritas yang TAK TERBANTAHKAN.

Kaisar terkejut. Ia melihat Lan Yue yang telah ia buang, kini berdiri di hadapannya, bukan memohon ampun, tapi menawarkan negosiasi. Senyumnya memudar. Ketakutan mulai merayapi wajahnya.

Perlahan, dengan sabar, aku mulai menjalankan rencana. Aku menabur keraguan, memupuk intrik, dan mengadu domba mereka yang berkuasa. Aku menggunakan kecerdasan dan pengetahuanku tentang istana untuk memanipulasi bidak-bidak di papan catur kekuasaan. Aku adalah dalang di balik layar, menarik benang-benang takdir, menyaksikan istana yang dulu membuangku kini runtuh di bawah cengkramanku.

Bukan darah yang kutumpahkan, tapi KEBENARAN. Kebenaran tentang kebusukan istana, kebejatan Kaisar, dan pengkhianatan yang dilakukan di bawah kedok cinta. Kebenaran yang lebih menyakitkan daripada pedang terhunus.

Balas dendamku bukanlah amarah yang membara, tapi KETENANGAN yang mematikan. Aku menumbangkan Kaisar bukan dengan pemberontakan, tapi dengan pengungkapan. Aku meruntuhkan kekuasaannya bukan dengan kekerasan, tapi dengan keadilan.

Ketika semua bidak telah berada di tempatnya, ketika istana berlutut di hadapanku, aku berdiri di balkon, memandang matahari terbit, senyumku mengembang.

Dan di sana, aku tahu…

…bahwa tahtaku tidak terbuat dari emas, tapi dari abu masa lalu.

You Might Also Like: Arti Mimpi Bertemu Tupai Makna

Post a Comment

Previous Post Next Post