Takdir yang Menulis Namanya di Darah
Di antara kabut lembayung dan jembatan batu yang lapuk, tersembunyi lukisan usang. Di sana, Bunga Teratai Darah mekar abadi, saksi bisu sebuah sumpah yang terukir di benak zaman. Aku, Lin Yi, pengembara jiwa yang tersesat di labirin waktu, menemukan lukisan itu, dan dengan itu, dirinya.
Wajahnya, secantik rembulan yang mengintip dari balik awan kelabu, terpahat dalam ingatan. Matanya, danau obsidian yang menyimpan sejuta rahasia, memanggilku dalam mimpi-mimpi yang mengalirkan darah dan air mata. Namanya, Bai Lian, terukir di hatiku seperti mantra kuno yang tak bisa kupatahkan.
Kami bertemu di mimpi. Di kebun persik yang abadi, di bawah pohon sakura yang bermekaran tanpa henti, kami menari dalam irama yang hanya bisa didengar oleh jiwa yang terluka. Sentuhannya, selembut hembusan angin di musim semi, namun membakar seperti api yang membara di musim gugur. Kami saling berjanji di bawah rembulan pucat, janji yang terucap dalam bahasa bunga dan air mata, janji yang terlarang.
Setiap malam, aku menyelam lebih dalam ke lukisan itu, ke dunianya, ke cintanya. Namun, setiap kali aku terbangun, hanya ada debu dan kesunyian. Apakah Bai Lian nyata? Apakah dia hanya ilusi, hantu dari masa lalu yang menghantuiku? Aku tak tahu. Yang kutahu, hatiku merindukannya tanpa ampun.
Suatu senja, ketika langit menumpahkan air mata jingga, aku menemukan sebuah kotak kayu tua di balik lukisan itu. Di dalamnya, sehelai rambut hitam legam dan sebuah surat yang ditulis dengan tinta merah.
"Lin Yi… jika kau membaca ini, berarti takdir telah mempertemukan kita kembali… meskipun dalam cara yang menyayat hati. Aku, Bai Lian, bukanlah manusia biasa. Aku adalah penjaga Bunga Teratai Darah, yang hidup dan mati dalam lukisan ini. Aku mengutuk diriku sendiri untuk menunggumu, untuk cintamu… karena kaulah yang membunuhku di kehidupan sebelumnya."
Dunia runtuh di sekelilingku. Air mata mengalir bagai sungai yang membelah hati. Aku, Lin Yi, pembunuhnya? Apakah semua ini nyata? Apakah cintaku pada Bai Lian hanya karma yang harus kubayar?
KEBENARAN itu bagai pecahan kaca yang menusuk jantungku. Keindahan mimpi kami kini menjadi luka yang tak tersembuhkan.
Di keabadian, kita akan bertemu lagi… sebagai musuh.
You Might Also Like: Peluang Bisnis Kosmetik Bisnis Tanpa_26