Cinta yang Menyembah Rasa Sakit
Embun pagi merayapi kelopak mawar di taman terlarang. Di sanalah, di bawah naungan Wisteria yang menjuntai, Lianhua menemukan dirinya. Ia menari dalam kebohongan, sebuah sandiwara mewah yang dirajut dari benang emas palsu. Dirinya adalah "Putri Lian", pewaris tunggal keluarga Li yang kaya raya, padahal kenyataannya... hanyalah boneka yang dikendalikan.
Di sisi lain dunia yang gemerlap ini, berdiri Jian, seorang pelukis jalanan dengan mata yang setajam elang. Jian membawa nama keluarga yang tercemar, warisan dari pengkhianatan masa lalu. Ia mencari kebenaran, menggali masa lalu seperti arkeolog yang menemukan tulang-belulang dinasti. Kebenaran yang ia cari, sayangnya, terhubung erat dengan senyum palsu Lianhua.
"Lukisanmu indah, Jian," bisik Lianhua suatu sore, suaranya sehalus sutra. "Namun, ada kesedihan yang mendalam di sana."
Jian, tanpa menoleh, menjawab, "Kesedihan adalah warna yang paling jujur, Putri Lian. Ia tidak berbohong." Kata-kata itu menikam relung hati Lianhua.
Pertemuan demi pertemuan terjadi, diwarnai obrolan ringan dan tatapan yang menyimpan badai. Lianhua, terbiasa dengan kebohongan, mulai meragukan dunianya. Jian, dengan tekad membara, semakin dekat dengan inti kebohongan yang Lianhua jalani.
Namun, semakin dekat Jian, semakin besar bahaya yang mengintai. Keluarga Li, yang menggunakan Lianhua sebagai tameng, mulai mencurigai Jian. Mereka mencoba menyingkirkannya, mengancamnya, bahkan menggunakan kekerasan.
Suatu malam, di tengah hujan badai yang mencambuk jendela, Jian menemukan bukti PAHIT yang selama ini ia cari. Keluarga Li bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, dan Lianhua... adalah bagian dari rencana mereka.
PUNCAK datang seperti air bah. Jian menemui Lianhua di taman Wisteria, menenteng bukti kebenaran. Lianhua, hancur dan putus asa, mengakui segalanya. Ia hanya pion dalam permainan keji keluarga Li.
"Kenapa kau tidak memberitahuku?" Jian berteriak, suaranya tenggelam dalam gemuruh badai.
Lianhua hanya bisa menggelengkan kepala, air mata bercampur dengan air hujan. "Aku... Aku takut. Aku mencintaimu, Jian. Aku takut kehilanganmu."
Kata-kata itu seperti pisau yang membelah jantung Jian. Cinta dan pengkhianatan beradu, menciptakan rasa sakit yang tak tertahankan.
Balas dendam Jian tidak berteriak, tidak membabi buta. Ia tenang, dingin, dan mematikan. Ia membongkar kebohongan keluarga Li ke publik, meruntuhkan imperium mereka dalam semalam. Lianhua, yang telah memilih memihak Jian, membantu dari dalam, membongkar satu per satu rahasia kotor keluarganya.
Ketika debu mereda, keluarga Li hancur lebur. Lianhua, kini bebas dari jeratan kebohongan, berdiri di samping Jian. Namun, di mata Jian, ia melihat sesuatu yang lain. Bukan cinta, melainkan kepahitan.
"Kau bebas sekarang, Lianhua," kata Jian, senyumnya pahit seperti empedu. "Pergilah. Cari kebahagiaanmu sendiri."
Lianhua menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa... Apa ini akhirnya?"
Jian hanya mengangkat bahu, memalingkan muka. "Beberapa luka terlalu dalam untuk disembuhkan."
Lianhua berbalik dan berjalan pergi, sosoknya semakin mengecil ditelan kabut pagi. Balas dendam Jian telah usai, tetapi ia tahu, ia telah kehilangan sesuatu yang tak ternilai harganya.
Di bawah Wisteria yang kini sunyi, Jian menggenggam sehelai rambut Lianhua yang tertinggal di sana. Senyumnya adalah perpisahan, perpisahan yang abadi.
Apakah kebahagiaan sejati mungkin ditemukan setelah rasa sakit yang begitu mendalam?
You Might Also Like: 190 Loose Cut Emeralds For Sale At