Absurd tapi Seru: Senyum Yang Menjadi Akhir Dunia



Di antara kabut lembah Lianshan, lahirlah aku kembali. Bukan sebagai Jenderal Agung Lan, sang pedang pelindung kerajaan, melainkan sebagai Mei Lan, seorang gadis desa sederhana dengan bakat melukis yang tersembunyi. Namun, di balik kedamaian hidupku, denyut-denyut déjà vu mengusik ketenangan. Potongan-potongan ingatan—aroma dupa cendana, suara denting pedang, senyum penghianat—berkelebat dalam mimpi.

Aku tahu. Aku merasa. Ada sesuatu yang belum selesai.

Lukisanku menjadi jembatan menuju masa lalu. Setiap goresan kuas, setiap warna yang kutorehkan, memunculkan adegan-adegan kehidupan sebelumnya. Pertempuran berdarah, intrik istana, dan wajah-wajah yang dulu kukenal. Wajah-wajah yang dulu kupercayai.

Terutama satu wajah.

Xiao Feng, sahabatku, saudara sehidup semati. Orang yang kuberikan kepercayaan penuh, orang yang menusukku dari belakang di malam pengkhianatan. Ingatanku kembali perlahan, menyakitkan, bagai pecahan kaca yang menusuk jantung. Aku melihat senyumnya yang dulu kurasa hangat, kini tampak licik, penuh perhitungan. Senyum yang mengakhiri duniaku.

Dia ada di sini. Di dunia ini. Aku merasakan kehadirannya.

Dan benar saja. Di festival lampion tahunan, mataku bertemu dengan sepasang mata yang kukenal. Bukan mata Xiao Feng yang dulu, melainkan tatapan seorang pedagang kaya bernama Wei Long. Namun, di balik kemewahan dan kekuasaannya, aku melihat kilatan KEJAHATAN yang sama.

Dia tidak mengenaliku. Tidak ingat siapa aku. Atau mungkin, dia berpura-pura lupa.

Kini, aku punya kekuatan. Kekuatan untuk mengubah takdir. Bukan dengan pedang atau sihir, melainkan dengan pilihanku. Wei Long berusaha mendekatiku, terpesona oleh lukisanku, oleh kecantikanku. Dia ingin meminangku.

Aku tersenyum.

Aku menerima lamarannya.

Pernikahan kami akan menjadi momen penting. Bukan karena cinta, melainkan karena keadilan. Aku akan menggunakan posisiku sebagai istrinya untuk mengungkap kejahatannya, untuk membongkar kebusukannya di hadapan seluruh dunia. Bukan dengan membunuhnya, melainkan dengan membuatnya hancur secara perlahan, menikmati setiap detik penyesalannya.

Aku tidak akan membalas dendam. Aku akan memberikan KEADILAN.

Di hari pernikahanku, di bawah tatapan ratusan pasang mata, aku akan membacakan surat wasiat mendiang ayahnya, surat yang selama ini disembunyikan Wei Long, surat yang membuktikan bahwa dia telah mencuri kekayaan keluarga demi kekuasaan. Aku akan menghancurkannya tanpa menyentuhnya. Aku akan membuatnya merasakan bagaimana rasanya kehilangan segalanya.

Saat dia jatuh berlutut, memohon ampun, aku akan memberinya senyum yang sama dengan senyum yang dulu mengakhiri duniaku. Senyum yang menjadi akhir dunianya.

Dan kemudian, aku akan pergi. Meninggalkannya dalam kehancuran. Meninggalkan dunia ini.

Karena balas dendam yang sesungguhnya bukanlah kematian, melainkan kehidupan yang dijalani dengan bebas, tanpa beban, tanpa dendam.

Takdir akan mempertemukan kita kembali, seribu tahun lagi.

You Might Also Like: 7 Fakta Interpretasi Mimpi Dicakar

Post a Comment

Previous Post Next Post