Ini Baru Cerita! Aku Menatap Dunia Hancur, Tapi Cintaku Tetap Utuh



Senja memerah, mengoyak langit seperti lukisan yang terlupakan. Di bawahnya, berdiri aku, seorang diri, menatap reruntuhan kota yang dulunya megah. Debu beterbangan, menari-nari seperti arwah yang kehilangan arah, membawa serta fragmen-fragmen mimpi yang patah. Di setiap sudut, tercium aroma kenangan, pahit dan manis, seperti anggur yang sudah terlalu lama disimpan.

Dulu, di tengah hiruk pikuk pasar malam, di bawah gemerlap lampion yang bergantungan seperti bintang jatuh, aku menemukanmu. Kau, dengan mata seteduh danau di musim semi, bibir semanis madu hutan, dan senyum yang mampu menaklukkan rembulan. Cintaku padamu tumbuh seperti bunga lotus di lumpur yang kelam, abadi dan tak tergoyahkan.

Kita menari di bawah hujan meteor, berjanji untuk selalu bersama, bahkan ketika dunia runtuh di sekitar kita. Janji itu terukir dalam setiap hembusan napas, dalam setiap sentuhan jemari, dalam setiap bisikan cinta yang membelah keheningan malam. Tapi, dunia memang runtuh. Dan kau… kau menghilang, lenyap bagai embun pagi yang disapu mentari.

Aku mencari jejakmu di antara reruntuhan, merangkai kembali kepingan-kepingan memori yang berserakan. Aku bertanya pada angin, pada reruntuhan batu, pada bayangan-bayangan yang berkelebat di sudut mata. Di mana kau? Apakah kau masih mengingat janji kita? Apakah cintaku, yang masih membara di dalam dada, mampu menembus dimensi waktu yang memisahkan kita?

Bertahun-tahun berlalu, sunyi senyap menemani. Sampai suatu hari, aku menemukan sebuah lukisan di antara reruntuhan. Lukisan seorang wanita. Wanita itu… adalah aku.

Tapi, tunggu. Di belakangku, berdiri seorang pria. Pria itu… adalah kau. Lukisan itu, bukan sekadar lukisan. Ia adalah cermin. Cermin yang memantulkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Saat itulah aku mengerti.

Cintaku padamu, bukan cinta yang nyata. Ia hanya ilusi, pantulan dari kerinduan yang mendalam. Kau bukan manusia. Kau adalah arketipe, gagasan ideal tentang cinta sejati yang aku ciptakan sendiri. Dunia yang hancur ini, juga bukan dunia nyata. Ia adalah proyeksi dari kesepianku, lukisan dari hatiku yang rindu.

Pengungkapan ini, seperti pisau belati yang menancap dalam dada. Pedih. Aku telah mencintai bayanganku sendiri, menciptakan dunia khayal untuk menampung cintaku yang tak tersampaikan. Keindahan mimpi ini, justru membuat luka semakin dalam.

Kini, aku hanya bisa berdiri di sini, menatap dunia yang hancur, dengan cinta yang tetap utuh, walau hanya untuk bayanganmu.

Apakah kau mendengar bisikanku, dari balik tabir waktu?

You Might Also Like: 183 Alasan Skincare Lokal Dengan Morus

Post a Comment

Previous Post Next Post