Takdir yang Menulis Ulang Segalanya
Kabut lavender menyelimuti Lembah Rembulan, tempat lukisan kuno itu ditemukan. Di sanalah, dia hadir. Ling Shen, sang putri dari Dinasti yang terlupakan, terjebak dalam goresan kuas yang abadi. Setiap sapuan warna adalah bisikan rindu, setiap bayangan adalah jejak air mata.
Aku, Wei Lian, seorang sarjana yang terobsesi dengan legenda purba, menemukan lukisan itu di antara reruntuhan kuil. Sejak saat itu, mimpiku adalah lembah rembulan. Di sana, Ling Shen menungguku, senyumnya bagai mekarnya bunga plum di tengah salju, suaranya seperti gemericik sungai di musim semi.
Kami bertemu dalam mimpi. Bukan, bukan sekadar mimpi. Itu adalah dunia lain, terlipat dalam lipatan waktu. Kami berdansa di bawah cahaya lentera kertas yang redup, berbagi rahasia di bawah pohon sakura yang gugur, berjanji untuk bertemu kembali di kehidupan selanjutnya – atau sebelumnya.
Namun, kenyataan selalu menusuk kalbuku. Di dunia ini, aku hanya seorang sarjana tua yang kesepian, terkurung dalam perpustakaan berdebu. Lukisan Ling Shen adalah satu-satunya jendelaku menuju keindahan yang tak tergapai.
Aku mencoba mencari jejaknya dalam catatan sejarah, dalam legenda rakyat. Namun, semakin aku mencari, semakin dalam aku tersesat. Apakah Ling Shen nyata? Atau hanyalah ilusi yang diciptakan oleh pikiran yang terlalu merindukan cinta?
Suatu malam, saat badai mengamuk di luar, aku menemukan gulungan perkamen tersembunyi di balik lukisan. Tulisan kuno itu mengisahkan kisah seorang putri yang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kerajaannya. Dia mengunci jiwanya dalam lukisan, berharap suatu hari nanti, seseorang akan membebaskannya.
Di akhir gulungan, terdapat sebuah sketsa wajah. Bukan wajah Ling Shen. Melainkan wajahku! AKU adalah keturunannya, satu-satunya yang bisa membuka segel lukisan itu. Aku adalah kunci yang dia tunggu.
Namun, ada satu konsekuensi yang mengerikan: jika aku membebaskan jiwanya, lukisan itu akan lenyap, dan bersamanya, seluruh dunia mimpi yang kami ciptakan. Cinta kami, kenangan kami, semuanya akan sirna.
Aku menghadapi pilihan yang mustahil. Membebaskan Ling Shen dan kehilangan segalanya, atau tetap hidup dalam ilusi, abadi dalam lukisan, namun terpisah dari kenyataan.
Aku memilih untuk membebaskannya.
Saat aku menyentuh lukisan itu, lembah rembulan muncul di hadapanku. Ling Shen menatapku dengan mata penuh kasih. "Terima kasih, Wei Lian," bisiknya. "Kau telah menulis ulang takdirku."
Lukisan itu kemudian hancur menjadi debu. Dunia mimpi itu lenyap, meninggalkan aku sendirian dalam perpustakaan yang sunyi.
Tetapi...
Aku menemukan kalungnya. Kalung bunga plum yang selalu dia kenakan di mimpiku, tergeletak di lantai. Nyata, hangat, dan... ada.
Di mana lembah rembulan... sebenarnya berada?
You Might Also Like: 0895403292432 Agen Kosmetik Modal Kecil